Home | Looking for something? Sign In | New here? Sign Up | Log out

Senin, 10 Januari 2011

Sekolah dan Madrasah Berstandar Internasional

Senin, 10 Januari 2011


Dalam opininya, Majalah Tempo Edisi 5-11 Juli 2010 mengusik keberlangsungan sekolah rintisan berstandar internasional. Yang menjadi persoalan adalah kemungkinan timbulnya diskriminasi dalam dunia pendidikan sebagai akibat penerapan model sekolah. “Biaya mahal tanpa mutu spandan hanya melahirkan diskriminasi pendidikan”, begitu tertulis dalam majalah ini.

Memang, selama ini kalau kita saksikan bahwa sekolah berstandar internasional belum menampakkan hasil yang memuaskan. Yang paling nampak jelas adalah sekolah “bertarif” internasional. Yang sering kita dengar adalah bahwa untuk masuk ke sekolah yang memiliki label internasional membutuhkan biaya yang banyak. Uang masuk sekolah bisa mencapai antara Rp. 7,5 – Rp. 30 juta, belum termasuk uang bulanan yang mencapai ratusan juta.

Dengan kenyataan tersebut, bisa jadi betul bahwa diskriminasi dalam dunia pendidikan tak bisa dihindarkan. Padahal kita tahu bahwa pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional telah melimpahkan hibah miliaran rupiah untuk sekolah-sekolah rintisan berstandar internasional. Dalam laporannya tempo melansir bahwa setiap SMP rintisan menerima Rp. 300 juta pada 2010, SMA dan SMK mendapat Rp 600 juta untuk periode yang sama.

Tujuan Sekolah/Madrasah Berstandar Internasional

Sekolah bertaraf internasional merupakan amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 50 menyebutkan bahwa Pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurang satu sekolah di semua jenjang sebagai satuan pendidikan bertaraf internasional. Hampir 6 tahun setelah UU Sisdiknas diundangkan, saat ini ada 1.110 sekolah bertaraf internasional di seluruh Indonesia, dari SD, SMP, SMA dan SMK.

Pada dasarnya munculnya sekolah berstandar internasional bertujuan agar mutu sekolah (pendidikan) kita mampu bersaing di level internasional. Jadi pencapaian mutu itulah sebenarnya yang menjadi titik tolak. Oleh karena itu, sesungguhnya sekolah-sekolah rintisan yang telah ditunjuk pemerintah itu, pada waktu tertentu belum bisa menampakkan mutu yang diharapkan patut untuk dicabut “gelar” rintisan sekolah bertaraf internasional.

Bagaimana dengan madrasah?

Berkaca pada kenyataan pada sekolah-sekolah rintisan bertaraf internasional itu, Kementerian Agama yang saat ini juga telah merintis madrasah-madrasah bertaraf internasinal patut berkaca diri. Jangan sampai ….

0 komentar:

Posting Komentar

 

Pengikut